Selasa, 16 September 2008

Tambangnews[dot]com

Tim Renegosiasi LNG Tangguh Mulai Bekerja Hari Ini

Jakarta, Tambangnews.com.- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa (16/9) pagi menerima Tim Renegosiasi LNG Tangguh, di Kantor Presiden. Misi dari Tim Renegosiasi ini sudah digariskan Presiden SBY pada Sidang Kabinet Paripurna tanggal 28 Agustus 2008 lalu. “Tim Renegosiasi ini sudah resmi mulai bekerja pada hari ini,” tegas Presiden SBY.

Tim Renegosiasi LNG Tangguh diketuai Plt. Menko Perekonomian Sri Mulyani. Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dan Meneg BUMN Sofyan Djalil bertindak sebagai nara sumber, sementara anggota tim yang lain antara lain Mohammad Ikhsan (Staf Khusus Menko Perekonomian), Evita Legowo (Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi), dan Sudradjat, Duta Besar RI di Cina. Seluruh Tim Renegosiasi LNG Tangguh yang diterima Presiden SBY berjumlah sembilan orang.

Kepada Tim Renegosiasi LNG, Presiden SBY berpesan agar bekerja dengan menggunakan sistem, transparan dan jangan ada konflik kepentingan. “Dengan demikian harapan kita bisa berakhir dengan baik. Tim ini bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Wapres memberikan supervisi dan memastikan mereka berjalan dengan baik dalam proses renegosiasi itu,” ujar Presiden SBY.

”Saya mengatakan tidak usah terlalu gaduh karena tujuan kita Insya Allah bisa kita perbaiki kontrak yang ada untuk kepentingan negara dan rakyat kita. Untuk kepentingan saudara kita di Papua dan juga untuk masa depan agar kontrak-kontrak itu dibuat dengan baik. Jangan terlalu banyak berjanji tetapi Insya Allah ada bukti,” Presiden SBY menjelaskan.

Mendampingi Presiden SBY saat menerima Tim Renegosiasi LNG Tangguh antara lain, Mensesneg Hatta Rajasa, Seskab Sudi Silalahi dan Menlu Hassan Wirajuda. (presidensby/osa)


Sumber :
http://www.tambangnews.com/

BERITA TAMBANG

Tambang Emas Cikotok Tinggal Sejarah?

Kami kira sudah tiba waktunja untuk mentjantumkan negeri Tjikotok di atas peta ilmu bumi… Kepada chalajak ramai terutama si pemakai dan pedagang emas selajaknja diterangkan, bahwa emas jang diperdagangkan dewasa ini adalah a.l. berasal dari Tambang Mas Tjikotok….”

Kalimat yang ditulis dalam ejaan Soewandi itu berasal dari sebuah fotokopian buku bertajuk Tambang Mas Tjikotok Membangun. Tanpa tahun, tanpa penulis, isinya bercerita tentang proses penambangan emas di Cikotok, mulai dari penggalian bebatuan andesit, penggilingan, sampai pemurnian emas yang siap jual.

Saking melegendanya Cikotok, buku teks ilmu bumi untuk siswa sekolah dasar tahun 1960-an dan 1970-an selalu mencantumkan Cikotok sebagai tambang emas di Jawa Barat, yang berdiri sejak 1936. Sebelum menjadi bagian Provinsi Banten tahun 2000, seluruh Banten masuk Jawa Barat, termasuk Cikotok.


Cikotok yang merupakan wilayah di Kecamatan Bayah, Lebak, Banten Selatan, memang sempat menjadi primadona karena di sana pernah terdapat satu-satunya tambang emas terbesar di Indonesia. Namun, era kemasyhuran dan kejayaan Cikotok mulai memudar seiring dengan berkurangnya cadangan emas. Dari satu ton batuan andesit yang ditambang, kandungan emasnya hanya mencapai lima gram.
“Tambang yang masih prospek adalah yang kadarnya di atas delapan. Artinya, dari satu ton batu dihasilkan delapan gram emas,” ujar Manager Pascatambang PT Antam Resourcindo (Ari), anak perusahaan PT Aneka Tambang, Junarso.
Menurut dia, PT Ari kini tinggal mengandalkan tambang emas di Cikidang, sekitar 34 kilometer barat daya Cikotok. Prospek emas di Cikidang ditemukan pada tahun 1991. Daerah seluas 426,4 hektar ini terdiri atas vein (urat emas) Cikidang, yang merupakan mineralisasi utama dengan urat sepanjang 1.200 meter.

Kegiatan eksplorasi untuk urat Cikidang telah selesai dilakukan pada akhir tahun 1997. Sementara itu, urat Cibodas, tengah, barat, dan timur mulai dieksplorasi lebih lanjut sejak tahun 2002. Cadangan emas di Cikidang diperkirakan habis pada tahun 2008. Namun, PT Ari masih berharap ada cadangan baru sehingga tambang bersejarah itu tidak harus tutup selamanya.

Menurut Junarso, dari 3.000 ton batuan yang ditambang dalam sebulan, precipitate atau lumpur “kaya” yang dihasilkan rata-rata 250,32 kilogram. Dari jumlah tersebut, dihasilkan 19,8 kilogram emas dan 77,5 kilogram perak. Didin, salah seorang pegawai di bagian tambang PT Ari, mengatakan, hasil yang diperoleh dari pengolahan batuan tidak optimal karena peralatan yang digunakan sudah tua. Peralatan yang digunakan untuk mengolah emas itu sudah berumur lebih dari 50 tahun. “Mungkin ini pabrik pengolahan emas tertua di dunia,” katanya.

Proses pengolahan batuan menjadi emas cukup rumit. Awalnya, dari tambang yang terletak di bawah tanah, batuan diangkut menggunakan kabel ban. Alat itu mirip dengan kereta gantung, yang terbentang melintasi jurang curam dari Cikotok hingga ke Pasir Gombong. Namun, sejak tahun 2005, seiring dengan banyaknya pencurian kabel yang terjadi, PT Ari menghentikan operasional kabel ban itu.

Sebelum diolah, batuan berukuran raksasa itu dikecilkan ukurannya agar siap diolah. Proses pengecilan ukuran itu meliputi penggerusan (crushing), pelumatan (grinding), klasifikasi ukuran butiran, dan peningkatan kandungan padatan umpan (thickening). Bijih hasil penggerusan lalu ditampung pada fine ore bin (FOB) atau tangki bijih dari baja. Setelah itu, bijih-bijih tadi dimasukkan ke dalam ball mill. Setelah ditambahkan CaO atau kalsium oksida dengan kadar 15 kilogram per ton, bijih yang digiling tadi menghasilkan campuran pasir-lumpur-air.

Bijih yang sudah halus dan nyaris berupa lumpur lalu diperkaya di dalam thickener I melalui proses pengendapan. Hasil pengendapan pada thickener I (underflow thickener) dengan kandungan 40 persen solid, lalu diproses pada unit sianidasi. Sedangkan cairan yang lebih jernih (overflow thickener) digunakan ulang untuk proses presipitasi.
Sianidasi merupakan proses pelarutan logam Aurum (Au/emas) dan Argentum (Ag/perak) dalam media larutan sianida. Proses itu berlangsung pada empat tangki agitator.
Lumpur yang mengandung larutan sianida, yang telah kaya dengan emas dan perak, lalu dialirkan ke tangki dua dan tiga. Sementara lumpur yang nyaris tak berharga mengalami proses filtrasi atau pemisahan cairan dengan lumpur.

Proses terakhir adalah presipitasi. Pada proses ini, ion Au dan Ag yang terkandung dalam air kaya didesak oleh serbuk seng (zinc). Hasil akhir dari proses presipitasi adalah presipitat dengan kandungan Au = 10 persen, Ag = 35 persen, dan Zn = 55 persen. Hasil akhir inilah yang kemudian diolah lagi di unit logam mulia PT Aneka Tambang di Jakarta. Limbah sisa presipitasi lalu diolah di instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Tujuannya, untuk menurunkan kandungan sianida hingga mencapai ambang batas (0,5 ppm).

Hampir berakhir

Mencapai Cikotok ibarat melakukan perjalanan wisata melintasi tepi laut dan perbukitan. Tambang emas tua itu seolah menjadi museum hidup yang sekaligus saksi sejarah kegemilangan penambangan emas.

Namun kini, museum itu makin terengah berpacu dengan zaman. Seiring dengan menipisnya cadangan emas di Cikotok, mesin-mesin tua dan para pekerjanya yang berdedikasi kini tinggal menunggu “cerita tamat” Cikotok.

Valentinus, pekerja yang mengoperasikan sistem presipitasi (proses pengikatan air emas), terlihat hati-hati memperlakukan setiap bagian mesin yang bekerja. Di bagian akhir proses pengolahan emas, Valentinus bersama rekannya menjadi penjaga terakhir proses logam mulia.

“Hasil presipitasi ini namanya presipitat, nantinya akan dibawa ke Jakarta untuk diolah menjadi emas murni,” kata Valentinus. Sayang, proses akhir yang menentukan itu hanya bertumpu pada satu mesin presipitasi. “Yang satu unit lagi rusak,” kata Syahdi, rekan Valentinus.

Sayang, legenda hidup itu lambat laun harus mengakhiri produksinya karena cadangan emas di daerah itu hampir habis. “Tahun 2008 diperkirakan cadangan sudah habis. Tetapi, sebagai penambang, tentu kami masih berharap masih ada deposit yang ditemukan,” kata Dolok R Silaban, Direktur PT Ari, saat ditemani sekretaris korporat Ashur Wasif dan staf humas Ari Karnalin.

Tampaknya tak ada gambaran cerah lagi untuk mempertahankan buku-buku kurikulum yang mengatakan Cikotok sebagai penghasil emas Indonesia. Lambat tapi pasti, Cikotok akan menjadi lahan perebutan para penambang liar yang sudah mengincar. Lambat tapi pasti, Cikotok hanya akan menjadi legenda.

PT Antam sendiri belum memiliki gambaran pasti, mau dikemanakan dan diapakan Cikotok pascatahun 2008. Hanya menurut Direktur Operasional Aneka Tambang (Antam) Alwin Syah Loebis, ada rencana tetap mempertahankan PLTA yang dirintis Antam bekerja sama dengan pihak swasta. kemungkinan bisa dikembangkan pula menjadi wisata tambang.

Sumber : (IRN/AMR/PEP) Harian Kompas "http://www.kompas.com/kompas-cetak/0610/14/Fokus/3024221.htm "
Tags: Dolok R. Silaban